BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 15 Januari 2010

Volume 8: Kesehatan, Teknologi Informasi dan Robotika, dan Ekologi

DAFTAR ISI
  1.  Khitanan Menolong Mencegah HIV dan Infeksi Lain
  2. Menonton Televisi Bisa Memicu Penyakit Jantung
  3. Produk Plastik Bisa Menimbulkan Penyakit Jantung
  4. Swarm Intelligence Berpotensi Memperbaiki Teknologi Informasi dan Robotika
  5. Apakah Semua Hewan Mengeluarkan Suara yang Sama?
KESEHATAN

Khitanan Menolong Mencegah HIV dan Infeksi Lain
Penelitian mikrobioma pertama tentang penis memberikan petunjuk tentang mengapa khitanan menolong mencegah risiko infeksi HIV bagi lelaki yang disunat.

Organisasi Kesehatan Sedunia (suatu badan PBB) menyatakan tahun 2007 bahwa khitanan haruslah menjadi suatu bagian dari strategi apa pun untuk mencegah HIV pada lelaki. Anjuran organisasi ini berdasarkan tiga percobaan klinik secara acak di Afrika yang menghasilkan bukti riset yang kuat bahwa insiden HIV 60 persen lebih rendah pada lelaki yang dikhitan. Meskipun demikian, ada sedikit bukti yang menjelaskan bagaimana khitanan bisa mengurangi risiko seorang lelaki terkena HIV.

Cara ini kemudian diketahui melalui suatu penelitian yang baru, diterbitkan dalam majalah PLuS ONE ( 6 Januari 2010). Penelitian ini menemukan bahwa ada perubahan besar dalam mikrobioma penis sesudah khitanan. Ini menunjukkan bahwa suatu pergeseran tertentu dalam lingkungan bakteri berpengaruh terhadap besar-kecilnya perbedaan dalam infeksi HIV. Keluarga bakteri anerobik – bakteri yang tidak bisa hidup dalam lingkungan yang berisi oksigen – berlimpah-limpah sebelum khitanan tapi hampir lenyap sesudah prosedur ini. Para periset menduga bakteri anerobik menimbulkan peradangan pada kemaluan lelaki yang belum disunat.

(Carina Storrs, “Clean-Cut: Study Finds Circumcision Helps Prevent HIV and Other Infections”, Scientific American Online, January 13, 2010)

Menonton Televisi Bisa Memicu Penyakit Jantung
Suatu penelitian yang dimuat dalam Circulation, jurnal Perhimpunan Jantung Amerika Serikat, menemukan bahwa tingkat penyakit jantung kardiovaskuler naik bagi pemirsa TV  yang menonton televisi rata-rata setiap hari untuk jumlah waktu tertentu. Kenaikan tingkat penyakit jantung ini bahkan berlaku juga bagi mereka yang secara jasmani merasa dirinya sehat.

Setiap jam yang dilewatkan dengan duduk di sofa sambil menonton televisi tidak baik untuk jantung pemirsa. Para periset menelusuri kebiasaan dan kesehatan menonton televisi dari 9,000 orang dewasa di AS dan tiba pada kesimpulan mereka yang dimuat dalam jurnal tadi.

Bagi setiap jam  menonton televisi setiap hari, pemirsa menghadapi suatu risiko kematian karena penyakit jantung kardiovaskuler setinggi 18 persen. Mereka yang menonton TV selama empat jam atau lebih setiap hari punya peluang 80 persen mati karena penyakit jantung kardiovaskuler dibanding mereka yang menontonnya selama dua jam atau kurang dari itu setiap hari.

Risiko pemirsa terkena serangan jantung tidak saja mencakup perokok berat tapi juga vegetarian fanatik. Menonton televisi mengakibatkan mereka semua duduk bisa berjam-jam lamanya; rentang waktu tanpa aktivitas jasmani ini memengaruhi kadar gula darah dan lemaknya begitu rupa sehingga menimbulkan serangan jantung. Untunglah ada jalan ke luar dari ancaman ini: berolahraga.

(Adam Hinterthuer, “Turn On, Tune In, Drop Dead”, Scientific American Online January 13, 2010)

Produk Plastik Bisa Menimbulkan Penyakit Jantung
Bisfenol A disingkat BFA adalah suatu ramuan atau susunan kimiawi lazim dalam bahan-bahan untuk membuat plastik. BFA ditemukan dalam berbagai produk plastik, seperti poliester dan botol air mineral. Tapi konsentrasi yang lebih tinggi dari bisfenol A dalam berbagai produk plastik sudah dihubungkan, menurut suatu penelitian lanjutan, dengan penyakit jantung.

Kaitan antara penyakit jantung dan produk-produk dari plastik diteliti oleh suatu tim peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat pertama kali tahun 2008. Lembaga ini menganalisis hasil-hasil urine yang dikumpulkan dari 2,605 orang AS dari semua lapisan usia. Para perisetnya menemukan bahwa tingkat yang lebih tinggi dari bisfenol A dihubungkan dengan penyakit jantung koroner. Sekitar 10 persen dari lelaki berusia 60 tahun atau lebih berada pada urutan teratas ketiga penderita penyakit kardiovaskuler karena konsentrasi BPA dalam darahnya. Dibandingkan dengan mereka, sekitar 7 persen lelaki yang kurang lebih sama usianya menunjukkan konsentrasi BPA yang rendah. Perbedaan ini secara statistik signifikan. Ditemukan juga bahwa BPA tersimpan dalam jaringan lemak wanita dan anak-anak.

Apa mekanisme di balik kaitan antara konsentrasi yang lebih tinggi dari bisfenol A dan penyakit jantung tadi? Diduga jaringan lemak manusia yang terekspos dalam pembiakan bakteri terhadap BPA menunjukkan tingkat penurunan (karena tertekan) dari adiponektin, suatu hormon manusia yang dikeluarkan oleh sel-sel lemak yang mengendalikan kadar gula dalam darah.

Bisfenol A adalah suatu komponen kimiawi yang terdapat di mana-mana, termasuk dalam banyak bahan untuk membuat plastik. Bahan ini mencakup bentuk polikarbonat yang dipakai untuk membuat produk-produk seperti botol air, botol susu bayi, peralatan olahraga, alat-alat kedokteran dan perawatan gigi, dan lensa-lensa kacamata. Senyawa ini dipakai juga sebagai semacam damar pelapis bagian dalam kaleng-kaleng makanan dan minuman. Diduga manusia terekspos pada BFA melalui makanan dan minuman yang sudah tercemar oleh senyawa kimiawi ini dalam wadah-wadah atau bahan-bahan pelapis plastik. Senyawa ini bisa diketahui dalam urine manusia, sekalipun mereka puasa 24 jam. Akan tetapi, belum jelas berapa lama bisfenol A ada dalam tubuh manusia.

(David Biello, “Chemical in Many Consumer Plastics Linked to Heart Disease” Scientific American Online January 13, 2010)

TEKNOLOGI INFORMASI DAN ROBOTIKA

Swarm Intelligence Berpotensi Memperbaiki Teknologi Informasi dan Robotika
Dewan Riset Eropa memberi para periset di Belgia 2,9 juta dolar AS untuk meneliti lebih jauh potensi swarm intelligence demi memperbaiki teknologi informasi dan robotika. Kata Inggris “swarm” yang mengacu pada gerak serangga yang berkerumun seperti semut berarti “keriapan” (semut-semut) dalam bahasa Indonesia. Jadi, “swarm intelligence” secara longgar berarti “intelijens keriapan”; akan tetapi, frasa Inggris saja yang akan dipakai.

Swarm intelligence adalah suatu cabang kecerdasan artifisial atau buatan yang mencoba membuat komputer dan robot meniru perilaku yang sangat efisien dari kerumunan serangga seperti semut-semut atau lebah-lebah. Semut-semut, misalnya, memakai jejak-jejak feromon, senyawa kimiawi yang dihasilkan dan dikeluarkan semut,  untuk menandai rute yang mereka pakai untuk menemukan makanan. Jejak yang mereka makin lewati membentuk suatu akumulasi feromon yang menarik semut-semut yang baru sementara feromon yang mereka lepaskan di lintasan yang kurang mereka lewati akhirnya menguap.

Swarm intelligence berpotensi bagi pengembangan teknologi informasi dan robotika. Karena itu, Dewan Riset Eropa memberi 2,9 juta dolar AS kepada Marco Dorigo di Belgia untuk melanjutkan penelitian tentang sistem swarm intelligence. (Marco Dorigo asal Italia, seorang ahli teori dan teknologi swarm intelligence, adalah direktur riset Dana Belgia untuk Riset Sains dan wakil direktur laboratorium kecerdasan buatan Universitas Bebas Brussel, ibu kota Belgia.)

Sistem telepon masa kini sudah memakai suatu pendekatan yang serupa untuk mengalihkan percakapan telepon. Sistem ini memakai potongan informasi sebagai “feromon maya” yang memperkuat saluran percakapan telepon melewati kawasan-kawasan suatu jejaring yang kurang padat.

Dorigo yang sudah meneliti perilaku keriapan semut selama lebih dari satu dasawarsa akan memakai dana itu untuk mengembangkan suatu metodologi permesinan universal bagi rancangan dan pelaksanaan sistem swarm intelligence buatan. Dia percaya sistem ini akan dipakai di masa depan untuk memecahkan masalah-masalah rumit tertentu dalam bidang optimisasi, robotika, jejaring, dan penambangan data.

Diharapkan sistem swarm intelligence akan menyediakan suatu cara lain untuk merancang sistem-sistem dengan otonomi dan kemandirian yang lebih besar. Secara khusus, sistem ini diharapkan akan dipakai untuk memecahkan masalah-masalah rumit yang dihadapi manusia, seperti mengalihkan arah jalan truk, menjadwalkan penerbangan atau menuntun robot militer.

(Larry Greenmeier, “Group Thinker: Researchers Get $2.9 Million to Further Develop Swarm Intelligence” Scientific American Online January 13, 2010)

EKOLOGI

Apakah Semua Hewan Mengeluarkan Suara yang Sama?
Suatu penelitian yang diterbitkan dalam Proceedings of the Royal Society mengatakan para periset menyesuaikan suara untuk tubuh dan tingkat metabolik hewan-hewan. Mereka menemukan suatu kemiripan yang mengherankan dari suara-suara panggilan di antara hewan-hewan.

Seekor ikan paus dan katak mengeluarkan bunyi yang sama. Para ilmuwan di Pusat Sains Kesehatan Universitas Florida, AS, sudah membandingkan suara panggilan 500 ekor hewan yang berbeda-beda, dari suara jangkrik ke suara buaya, dan dari suara burung unta ke suara simpanse. Mereka menemukan bahwa ciri-ciri dasar setiap teriakan hewan, seperti frekuensi dan durasi, bergantung pada metabolisme hewan-hewan ini. Di samping itu, teriakan mereka bergantung juga pada ukuran dan suhu tubuhnya. Ketika suara-suara panggilan disesuaikan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam ukuran dan suhu tubuh, para periset menemukan bahwa suara seekor ikan paus sangat mirip dengan suara seekor katak, dan sebaliknya.

Para periset menjelaskan bahwa ada suatu kaitan metabolik antara hewan-hewan itu. Pemakaian energinya memengaruhi saraf-saraf dan otot-ototnya untuk menghasilkan suara-suaranya.

(Karen Hopkin, “Do All Animals Sound the Same?” Scientific American Online January 14, 2010)

0 komentar: