Daftar Isi
- Youtube dan Musik Klasikal Barat
- Mengenang Samuel P. Huntington, 1927-2008
- Rencana Memanfaatkan Energi Matahari di Sahara sebagai Tenaga Listrik di Eropa
TEKNOLOGI INFORMASI
Youtube dan Musik Klasikal Barat
Google yang membeli Youtube, situs web besar yang menyajikan video, pada tahun 2006 seharga 1.6 miliar dolar AS sudah mengubah distributor video utama ini tanpa menghilangkan daya tariknya untuk umum. Untuk itu, Google sudah membuat kesepakatan tertulis dengan Universal Music, BBC, BMG, CBS, dan Forum Ekonomi Sedunia. Kemudian, Google menambahkan musik klasikal pada Youtube sebagai suatu sarana untuk mempromosikan citranya sebagai suatu sarana belajar dan untuk meningkatkan kualitas audio musik yang disajikannya.
Salah satu portal Google berisi suatu proyek yang akan membawa musik klasikal Barat melalui Youtube pada suatu generasi penggemar yang baru. Proyek ini disebut “Youtube Symphony Orchestra”, suatu situs yang berpasangan dengan lembaga-lembaga musik klasikal sedunia yang paling dihargai. Proyek ini adalah semacam pertunjukan bakat sedunia.
Bagaimanakah proyek ini dilaksanakan Google? Musikus manca negara bisa mengunduh suatu partitur yang berisi karya Tan Dun, komponis China yang sangat dihormati, memelajari bagian komposisi itu yang sesuai dengan pilihannya dengan bantuan kelas-kelas utama lewat video yang diajarkan atau diperagakan musikus-musikus wahid dan mengunggah audisinya. Pemenangnya kemudian diterbangkan ke Carnegie Hall untuk menghadiri suatu pertemuan puncak Simfoni Youtube. Di sana, mereka mendapatkan pelajaran dari kondaktor tenar Michael Tilson Thomas dan latihan dari musikus-musikus kelas atas dari Filharmonik Berlin dan Orkes Simfoni London. Kemudian, mereka tampil sebagai orkes online pertama dalam suatu siaran konser di Youtube.
Apa pertimbangan di balik pemakaian Youtube sebagai suatu sarana promosi melalui musik klasikal? Ada beberapa.
Orkes Simfoni Youtube yang berpasangan dengan lembaga-lembaga musik klasikal tenar itu adalah suatu pilihan yang strategis. Musik klasikal memperoleh perubahan citra yang sangat dibutuhkan dan outlet distribusi; Youtube memperoleh reputasi dan teknologi. Demi perubahan citra musik klasikal, para ahli musik klasikal berupaya meningkatkan kualitas dijital dari musik klasikal dengan memakai teknologi surround-sound dan unduhan beresolusi tinggi.
Selain itu, musik klasikal Barat secara potensial adalah suatu pasar baru yang subur bagi musik online. Penjualan industri musik padanya umumnya merosot 15 persen tahun 2008, tapi penjualan musik klasikal malah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Penjualan album klasikal dijital di Amerika Serikat, misalnya, meningkat sebesar 47.7 persen tahun 2008. Ini sebesar 7 persen dari penjualan album total musik klasikal sebanyak 18 juta, naik sebesar 4,4 persen dibanding tahun 2007. Unggahan musik klasikal dalam format MP3 juga laku dan menarik audiens yang baru. Ralph Couzens, presiden direktur Chandor Records, mengakui peningkatan minat audiens pada musik klasikal ketika dia melansir untuk pertama situs web musik klasikalnya, www.theclassicalshop.net pada tahun 2005. Database pelanggannya meningkat dua kali selama kurang dari satu tahun. Suatu pasar yang baru terbuka baginya.
Kemudian, Youtube memakai promosi itu untuk meraih sukses dalam musik klasikal dan mempertinggi citranya sebagai suatu sarana pendidikan yang kuat. Platform video utama ini sudah berhasil menguasai suatu pangsa pasar dalam isi visual musik klasikal secara online. Situs ini sangat popular dengan pemirsa yang mencari rekaman-rekaman lama yang langka dari Shostakovich atau Maria Callas untuk ditonton online. Suatu pergelaran yang menggetarkan hati dari Simfoni No.5 Beethoven dengan Herbert von Karajan sebagai kondaktornya mencapai 2.4 juta pemirsa. Suatu permainan karya Beethoven yang lain, Für Elise, dengan memakai dua gitar listrik dan diposkan seorang Korea yang tidak dikenal, Zack Kim, ditonton 3.8 juta kali.
Sophie Grove, “A Song for the Web”, Newsweek January 12, 2009 halaman 7
ILMU POLITIK
Mengenang Samuel P. Huntington, 1927-2008
Banyak dari masalah-masalah dunia – seperti terorisme di Pakistan, wabah AIDS di Afrika, dan perompakan di Somalia – disebabkan atau dibuat menjadi lebih buruk oleh pemerintah-pemerintah yang tidak mampu menegakkan kewibawaan yang sesungguhnya atas tanah atau rakyatnya. Ini wawasan sentral dari Samuel P. Huntington, “ilmuwan politik terbesar dari paruhan kedua” abad ke-20, yang meninggal dunia pada malam Natal 2008.
Huntington paling terkenal ke seluruh dunia melalui bukunya, The Clash of Civilizations (yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Tapi reputasi ilmiahnya secara wajar bersumber pada karya awalnya. Karya ini berisi analisisnya tentang ketertiban politik dengan penerapan yang nyata di dunia.
Huntington juga mengamati suatu kecenderungan yang bermasalah. Terkadang, kemajuan menurut gaya Amerika Serikat – lebih banyak partisipasi politik atau pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat – sebenarnya menciptakan lebih banyak masalah daripada yang bisa dipecahkan. Kalau suatu negara memiliki lebih banyak orang yang secara ekonomi, politik dan sosial aktif namun kekurangan lembaga-lembaga politik yang efektif, seperti partai-partai politik, organisasi sipil atau pengadilan yang dipercaya, hasilnya adalah instabilitas yang lebih besar. Sebagian negara Dunia Ketiga sudah mengalami kecenderungan ini selama tiga dasawarsa terakhir. Pakistan, misalnya, yang penduduknya meningkat dari 68 juta orang pada tahun 1975 menjadi 165 juta orang tahun 2009 diurus oleh pemerintah yang terbukti kurang mampu menangani tugas-tugas mendasar dari pendidikan, keamanan dan kesejahteraan sosial.
Mereka yang tidak mampu menghadapi perubahan yang tidak memberi mereka ketenteraman sering berpegang teguh pada sumber rasa amannya yang paling tua dan paling bertahan lama: agama. Ini adalah pesan yang paling penting dari The Clash of Civilizations. Sementara orang lain merayakan kejatuhan komunisme dan munculnya globalisasi, Huntington melihat bahwa hilangnya ideologi sebagai suatu sumber identitas diisi oleh agama.
Samuel P. Huntington seorang mahasiswa yang brilian. Dia tamat Universitas Yale, AS, pada usia 18 tahun, kemudian menjadi dosen pada universitas ini.
Wawasan ilmunya luas. Bukunya yang pertama secara praktis menemukan bidang tentang hubungan sipil dan militer; bukunya yang terakhir tentang ilmu demografi dan kebudayaan.
Sebagai keturunan Anglo-Sakson, Huntington hidup berdasarkan prinsip-prinsip Anglo-Protestan yang dijunjungnya: kerja keras, kejujuran, fair play, keberanian, dan patriotisme.
Fareed Zakaria, “Sam Huntington, 1927-2008”, Newsweek January 12, 2oo9 halaman 9
ENERGI
Rencana Memanfaatkan Energi Matahari di Sahara sebagai Tenaga Listrik di Eropa
Bisakah energi matahari yang membakar Gurun Sahara di Afrika diubah suatu hari menjadi tenaga listrik untuk seluruh Eropa? Sahara, gurun terluas di dunia, sekitar dua kali luas Eropa bagian Barat. Tapi para politikus dan ahli ekonomi dari Eropa dan Timur Tengah mulai menaruh perhatian pada potensi Sahara untuk menyediakan tenaga listrik bagi Eropa selama berabad-abad mendatang. Mereka percaya potensi energi ini ada pada kawasan yang kosong dan kersang seluas 8.6 juta km persegi Gurun Sahara. Sebagian permukaan gurun ini mencapai suhu 450C pada kebanyakan waktu siang. Boleh dikatakan, bagian Gurun Sahara ini adalah suatu sumber penyimpanan alami raksasa dari energi matahari.
Berapa banyak energi yang disimpan Sahara? Diperkirakan suatu kawasan seluas 90.600 km persegi – sedikit lebih kecil dari Portugal dan sedikit di atas 1% area total negara ini – mampu menghasilkan jumlah daya listrik yang sama dengan yang dihasilkan gabungan semua pembangkit tenaga listrik di dunia. Suatu bidang yang lebih kecil seluas 15.500 km persegi – kira-kira seluas negara bagian Connecticut di AS – bisa menyediakan daya listrik untuk 500 juta penduduk di Eropa.
Suatu teknologi yang diperkirakan mampu mengubah panas dan sinar matahari Sahara menjadi tenaga listrik disebut concentrating solar power (CSP). CSP berbeda dengan papan solar. Papan solar mengubah sinar matahari secara langsung menjadi daya listrik. Tapi teknologi CSP memanfaatkan cermin untuk memusatkan sinar pada pipa-pipa air atau ketel uap untuk membangkitkan uap yang sangat panas. Uap ini lalu menjalankan turbin-turbin generator. Pembangkit tenaga listrik CSP berukuran kecil sudah menghasilkan tenaga listrik di Gurun Mojave negara bagian Kalifornia (AS) sejak 1980-an. Proyek Hutan Sahara mengusulkan supaya pembangkit tenaga listrik CSP dibangun di bawah permukaan laut (beberapa kawasan Sahara memiliki depresi macam itu) sehingga air laut bisa mengalir ke dalam pembangkit tenaga listrik itu dan dikondensasi menjadi air suling yang menggerakan turbin-turbin dan membasuh debu-debu dari cermin-cermin CSP. Air limbahnya akan dipakai untuk mengairi kawasan keliling stasiun pembangkit tenaga listrik itu dan menciptakan oasis-oasis yang subur. Karena rencana penyuburan inilah perusahaan ini memakai kata hutan pada namanya.
Akan tetapi, rencana ini diperkirakan membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Diperkirakan sebesar 59 miliar dolar AS dibutuhkan untuk mulai menyalurkan sumber tenaga listrik dari Gurun Sahara ke Eropa pada tahun 2020. Kendala lain pada CSP adalah bahwa teknologi ini beroperasi dengan efisiensi maksimum hanya ketika iklim panas karena sinar matahari dan bahwa gurun pasir ini jauh dari pusat-pusat pemukiman penduduk. Di samping itu, kabel penyalur tenaga listrik jenis baru – disebut high-voltage direct-current (HVDC) – sepanjang lebih dari 19.300 km dibutuhkan untuk menyalurkan 20% kebutuhan listrik Eropa; kabel jenis baru ini akan menggantikan kabel listrik jenis lama yang sudah tua. Menggantikan kabel-kabel tua ini dengan jenis yang baru diperkirakan akan meningkatkan biaya membangun pembangkit tenaga listrik solar di Gurun Sahara yang kemudian menyalurkan jumlah daya listrik yang signifikan ke Eropa sebesar 465 miliar dolar AS selama lebih dari 40 tahun mendatang.
Biaya sebesar itu diharapkan bisa diperoleh dari subsidi pemerintah di Eropa. Ini gagasan yang sekarang tidak populer di Eropa karena kawasan ini tengah mengalami resesi ekonomi. Tampaknya, karena alasan inilah dukungan politikus Eropa terhadap rencana ini lamban.
Meskipun demikian, ada saja perusahaan-perusahaan yang sudah mulai melaksanakan rencana tadi. Misalnya, perusahaan teknik-mesin Seville, Abengoa, tengah membangun satu pembangkit tenaga listrik hibrid karena memakai campuran tenaga panas bumi dan panas matahari di Aljazair dan Maroko. Sementara itu, tenaga pembangkit listrik hibrid ketiga tengah dibangun oleh suatu perusahaan gabungan Spanyol-Jepang di Mesir.
Vivienne Walt, “SOLAR Out of Africa”, Time January 26, 2009 halaman 42-43
0 komentar:
Posting Komentar