BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 05 Januari 2010

Tukul Arwana Punya Kecerdasan untuk Sukses? (3)

I

RANGKUMAN SUCCESSFUL INTELLIGENCE (sambungan)

Kecerdasan Kreatif

Kalau kecerdasan sulit diberi definisinya, apalagi kreativitas. Apa artinya menjadi kreatif? Apa kreativitas bisa diukur? Bagaimana kreativitas bisa dikembangkan? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita perlu tahu satu dan lain hal tentang kreativitas.

Orang yang secara kreatif pintar seperti investor yang baik. Mereka membeli dengan harga yang rendah dan menjual dengan harga yang tinggi. Tapi berbeda dengan para investor dalam bisnis, orang yang kreatif berurusan dengan dunia gagasan. Mereka membangkitkan gagasan yang belum tentu disukai banyak orang pada masa tertentu.

Menurut definisi, gagasan kreatif bersifat baru dan berharga. Meskipun demikian, ia ditolak karena pembaharu kreatif melawan banyak orang, menentang kepentingan mereka dan membuat mereka yang mempunyai kepentingan itu merasa tidak nyaman. Bagi mereka, orang yang kreatif cenderung memiliki sifat agak menentang, menjengkelkan, dan bahkan menyinggung perasaan.

“Orang yang secara sukses cerdas membeli dengan harga yang rendah dan menjual dengan harga yang tinggi. Mereka melawan orang banyak dan, akhirnya, memimpin mereka.”

Untuk membina kreativitas, kita perlu mendorong orang membeli dengan harga yang rendah dan menjual dengan harga yang tinggi – melawan orang banyak. Maka, kreativitas tidak cuma suatu soal sikap terhadap kehidupan tapi lebih adalah suatu soal kemampuan.

Prof. Sternberg mengatakan kecerdasan itu tidak hanya kemampuan untuk melahirkan gagasan baru. Dia percaya kreativitas adalah juga suatu proses yang membutuhkan keseimbangan dan penerapan ketiga sisi utama kecerdasan – kreatif, analitik, dan praktis. Kalau dipakai bersama-sama dan seimbang, ketiga sisi tadi menghasilkan kecerdasan untuk sukses.

Kecerdasan kreatif

Sisi pertama dan paling penting dari kreativitas disebut kecerdasan kreatif. Ini kemampuan untuk melampaui batas-batas gagasan tertentu dan menghasilkan gagasan-gagasan baru dan menarik. Sering, orang yang kreatif adalah pemikir sintetik yang baik, yang melihat hubungan (sintesis) yang orang lain tidak lihat.

Kecerdasan analitik

Sisi kedua dari kreativitas disebut kecerdasan analitik. Ini kemampuan untuk menganalisis dan menilai gagasan-gagasan, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Semua orang – termasuk yang paling kreatif – memiliki gagasan yang lebih baik atau lebih buruk. Tapi orang yang khususnya kreatif harus juga mempunyai kemampuan untuk menganalisis gagasannya sendiri dan menilai untung-ruginya.

Kecerdasan praktis

Sisi ketiga kreativitas itu disebut kecerdasan praktis. Ini kemampuan untuk menerjemahkan teori menjadi praktek dan gagasan abstrak menjadi prestasi-prestasi praktis. Artinya, gagasan-gagasan yang baik tidak begitu saja menjual dirinya sendiri. Kita harus keluar dan meyakinkan orang tentang nilainya.

Dua belas ciri orang  yang  secara sukses kreatif

Bagaimana kita mengembangkan kecerdasan kreatif? Yang paling baik dengan menyelidiki dua belas ciri orang kreatif yang secara sukses kreatif dan menjelajahi bagaimana ciri-ciri ini bisa dikembangkan.

1. “Orang yang secara sukses cerdas secara aktif mencari, dan kemudian menjadi, panutan (role models).” Sebagai suatu aturan, orang yang secara sukses cerdas sudah menjadi panutan yang baik.

2. “Orang yang secara sukses cerdas mempertanyakan asumsi dan mendorong orang melakukan hal yang sama.” Mereka mempertanyakan banyak asumsi yang diterima orang lain, dan sebagai akibatnya menuntun orang lain mempertanyakan juga asumsi-asumsi itu. Misalnya, Copernicus mengatakan bumi berputar keliling matahari. Gagasannya dikonfirmasi kemudian melalui pengamatan Galileo Galilei. Akan tetapi, hasil penemuan Galileo yang memperkuat gagasan Copernicus ditolak oleh Gereja pada zamannya karena berlawanan dengan pandangan (keliru) Gereja pada waktu itu. Meskipun demikian, penelitian Galileo yang memperkuat pandangan Copernicuss makin diperkuat penelitian kemudian hari yang membuktikan bahwa asumsi Copernicus benar.

3. “Orang yang secara sukses cerdas membiarkan dirinya dan orang lain membuat kesalahan.” Dengan kata lain, orang sering memikirkan suatu cara tertentu karena itu aman dan mereka tidak ingin membuat kesalahan. Tapi sekali-sekali, seorang pemikir besar muncul – seorang Freud, Piaget, Chomsky, atau bahkan Einstein – dan menunjukkan kepada kita suatu cara baru untuk berpikir. Sebaliknya, membuat kesalahan bisa menjadi tidak terelakkan ketika orang menjelajahi kawasan baru. Tapi mereka belajar dari kesalahannya – atau mengakibatkan kita mampu belajar dari kesalahan mereka.

4. “Orang yang secara sukses cerdas mengambil risiko yang masuk akal dan mendorong orang lain melakukan hal yang sama.” Orang yang kreatif rela mengambil risiko. Mereka harus supaya menghasilkan karya yang orang lain akhirnya akan kagumi dan hormati. Dalam mengambil risiko, orang kreatif terkadang akan gagal dan jatuh tertelungkup. Kita harus membiarkan mereka berbuat begitu.

5. “Orang yang secara sukses cerdas mencari untuk dirinya dan orang lain tugas-tugas yang memberi peluang kreativitas.” Ciri ini bisa diterapkan dalam pendidikan resmi. Kalau sekolah-sekolah kita ingin mendorong kreativitas dan penonjolan kecerdasan kreatif, sekolah-sekolah itu perlu mencakup dalam tugas-tugas pekerjaan rumah dan ujian-ujiannya sekurang-kurangnya peluang-peluang untuk pikiran kreatif.

6. “Orang yang secara sukses cerdas secara aktif mendefinisikan dan mendefinisikan kembali masalah-masalah, dan menolong orang lain berbuat demikian.” Raja Salomo dari Alkitab – hidup dan menjadi raja Israel sekitar abad ke-11/10 sebelum Masehi – dikaruniai  juga dengan kecerdasan kreatif untuk menetapkan keadilan bagi dua orang pelacur Israel kuno. Masing-masing tinggal di satu rumah. Yang satu melahirkan seorang bayi ketika yang lain ada di rumah. Tiga hari kemudian, wanita kedua melahirkan seorang bayi perempuan. Pada malam hari ketika perempuan pertama tidur bersama bayinya, bayi perempuan temannya mati karena ditiduri ibunya. Pada tengah malam, pelacur yang bayinya meninggal bangun lalu diam-diam meletakkan bayinya yang meninggal di pangkuan temannya lalu diam-diam membawa bayi yang hidup ke tempat tidurnya. Pagi-pagi, pelacur pertama ingin menyusui bayinya dan kaget menemukan bayinya meninggal. Dia mencoba mengamati mayat itu lebih teliti dan timbul kecurigaannya bahwa itu bukan bayinya. Bayi yang masih hidup yang ada di tempat tidur temannya itulah yang menurut firasatnya adalah bayinya. Kedua pelacur itu saling bertengkar tentang siapa ibu sesungguhnya bayi yang hidup itu. Pelacur pertama mengatakan: “. . . ketika aku mengamati dia pada waktu pagi . . ., tampaklah bukan dia anak yang kulahirkan.” Tapi pelacur kedua menyangkal: “Bukan! Anakmulah yang mati dan anakkulah yang hidup.” Karena pertengkaran itu tidak mampu menetapkan status kepemilikan sah bayi yang hidup itu, mereka akhirnya membawa kasus itu ke depan tahta Salomo.

Ketika tahu duduk perkaranya, Salomo secara logis atau analitik menghadapi suatu masalah yang sulit. Itulah masalah siapa ibu sejati dari bayi yang diperebutkan kedua pelacur itu – tanpa pihak lain sebagai saksi. Seandainya ada pihak ketiga sebagai saksi, masalah itu bisa mereka berdua pecahkan sendiri. Tapi tidak ada saksi yang bisa mendukung kleim salah seorang ibu itu bahwa bayi yang hidup itu bayinya. Prosedur penyelidikan kepolisian modern dan tes DNA belum ada. Kalau kasus kematian bayi itu didefinisikan sebagai suatu masalah yang pemecahannya membutuhkan saksi, penyelidikan polisi abad ke-20 atau awal abad ke-21, dan/atau tes DNA, Salomo secara analitik saja tidak akan memecahkan masalah itu. Semua prosedur penyelidikan tindak kejahatan masa kini belum ada sekitar tahun 1000 s.M., masa Salomo menjadi raja Israel kuno.

Untuk memecahkannya, dia harus mendefinisikannya kembali, melalui pikiran kreatif. Masalah itu bisa dipecahkan melalui wawasan (insight) yang tepat ke dalam psikologi wanita Israel yang mempunyai bayi pada zaman Salomo menjadi raja. Caranya dengan menentukan ibu yang sejati dari bayi yang hidup itu. Siasat ini membutuhkan suatu ujian. Dia lalu memberi perintah kepada seorang anggota tentara istana mengambil bayi yang hidup itu, memenggalnya menjadi dua bagian, dan memberi setiap orang ibu itu separuh tubuh bayi yang dipenggal itu.

Segera kelihatan ibu yang sesungguhnya dari bayi itu. Dia berbelas kasihan kepada anaknya; karena itu, dia mohon kepada raja supaya bayi itu tidak dipenggal menjadi dua tapi diberikan saja kepada ibu yang lain. Sebaliknya, ibu yang lain tidak berbelas kasihan seperti ibu yang pertama; dia setuju bayi itu dipenggal menjadi dua supaya tidak seorang pun di antara mereka berdua mendapat kembali seorang bayi hidup yang utuh!

Dari dua tanggapan afektif/psikologis yang berbeda dari kedua ibu itu, Salomo menjadi tahu siapa sesungguhnya ibu sejati bayi itu. Dengan meredefiniskan masalah, dengan memakai kecerdasan kreatif, Salomo berhasil memecahkan masalah kepemilikan sah bayi yang hidup itu dan memberi keadilan kepada ibu sesungguhnya itu dan tentu menjatuhkan hukuman pada ibu yang lain. Alkitab mengacu pada kearifan Salomo yang diperoleh melalui kecerdasan analitik dan kreatif sebagai “hikmat dari pada Allah” yang “ada dalam hatinya untuk melakukan keadilan.” Dalam bahasa modern, Salomo boleh dikatakan memiliki kecerdasan kreatif untuk keadilan. Karena kearifan Salomo, dia terkenal juga sebagai seorang raja yang sukses dan karena itu punya kecerdasan untuk sukses.

7. “Orang yang secara sukses cerdas mencari ganjaran, dan bagi dirinya ganjaran, untuk kreativitas.” Dalam pendidikan resmi, siswa atau mahasiswa perlu diberi waktu untuk mengembangkan ketrampilan berpikir kreatif. Guru atau dosen perlu mendorong atau merangsang pikiran kreatif mereka dengan berbagai ganjaran.

8. “Orang yang secara sukses cerdas meluangkan waktu untuk dirinya dan orang lain untuk berpikir kreatif.” Kebanyakan wawasan kreatif tidak terjadi dalam sekejap. Orang membutuhkan waktu untuk memahami suatu masalah, memikirkannya, dan menemukan suatu pemecahan yang kreatif. Dalam hal pelajaran atau kuliah tentang kreativitas di sekolah atau perguruan tinggi, siswa dan mahasiswa perlu diberi waktu lebih lama untuk menghasilkan pikiran-pikiran kreatif.

9. “Orang yang secara sukses cerdas mentoleransi ambiguitas dan mendorong ambiguitas pada orang lain.” Dalam pekerjaan kreatif, biasanya ada suatu masa ketika ada banyak daerah abu-abu, bukan daerah hitam-putih. Sekalipun pekerjaan kreatif menghasilkan suatu gagasan kreatif, gagasan itu, seperti hasil karya kreatif yang lain, mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Tanpa waktu atau kemampuan untuk mentoleransi ambiguitas, kita bisa terburu-buru membuat suatu pemecahan yang tidak optimal.

10. “Orang yang secara sukses cerdas memahami hambatan-hambatan yang harus dihadapi dan diatasi orang-orang yang kreatif.” Berpikir kreatif hampir secara tidak terelakkan menemui tantangan. Pemikir kreatif harus memiliki keberanian untuk bertahan atau ulet dalam menghadapi tantangan itu. Pemikir-pemikir yang benar-benar kreatif yang tetap tekun untuk mengatasi masalahnya akan mendapat ganjaran yang paling besar dalam jangka panjang.

11. “Orang yang secara sukses cerdas ingin bertumbuh.” Menjadi kreatif artinya rela keluar dari kotak-kotak pemikiran lama yang nyaman dan menumbuhkan gagasan-gagasan baru.

12. “Orang yang secara sukses cerdas mengakui pentingnya kecocokan orang dengan lingkungannya.” Kreativitas bukanlah suatu gejala yang benar-benar bisa menjadi obyektif. Apa yang dinilai sebagai kreatif adalah suatu interaksi antara seseorang atau orang dengan lingkungan hidup tempat dia atau mereka bekerja. Hasil yang sama yang diberi ganjaran sebagai karya yang kreatif pada suatu masa atau tempat bisa dicela sebagai biasa saja pada masa atau tempat lain.

Kecerdasam Praktis

Ada bukti yang baik bahwa kemampuan orang memecahkan masalah setiap hari memang meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Berbarengan dengan itu, kemampuan tertentu yang secara khusus terkait dengan tes-tes jenis IQ menurun. Yang secara khusus terkait dengan tes jenis ini disebut teori tentang kecerdasan yang cair (fluid intelligence) dan kecerdasan yang mengkristal (crystallized intelligence). Kecerdasan yang cair dibutuhkan untuk menangani hal-hal baru dalam situasi ujian yang dihadapi, seperti membayangkan huruf berikut dalam suatu rangkaian masalah huruf semacam c, d, f, i, . . . ). Kecerdasan yang mengkristal mencerminkan pengetahuan demi penyesuaian diri, (seperti arti kosakata yang frekuensi pemakaiannya  rendah). Sejumlah penelitian sudah menunjukkan bahwa kemampuan yang cair rentan terhadap penurunan karena faktor usia tapi kemampuan yang mengkristal dipertahankan dan umumnya meningkat selama rentang hidup seseorang.

Masalah-masalah praktis dicirikan, di antaranya, oleh informasi tepat yang jelas tidak ada tapi yang perlu untuk pemecahan dan oleh relevansinya dengan pengalaman setiap hari. Jadi, kecerdasan yang mengkristal dalam bentuk pengetahuan demi penyesuaian diri secara khusus relevan dengan masalah-masalah praktis. Tanpa pengetahuan macam itu, kita tidak bisa memecahkan masalah-masalah yang dihadapkan kehidupan pada kita. Sebaliknya, kecerdasan yang cair lebih relevan dengan pemecahan soal-soal akademik dan tes-tes mirip IQ. Jenis kecerdasan ini penting juga dalam kehidupan sehari-hari untuk situasi yang membutuhkan keluwesan dalam berpikir. Jadi, jelas bahwa penilaian orang tentang perubahan dalam kecerdasan dan usia betul. Kecerdasan mereka memang meningkat, tapi yang meningkat itu kecerdasan praktisnya, bukan kecerdasan akademiknya, yang barangkali memang merosot. Semakin kita bertambah tua, semakin besar peluangnya bagi kemampuan kita bekerja secara efektif untuk meningkat. Pada saat yang sama, kemampuan kita untuk menjadi mahasiswa tahun pertama menurun.

Pendek kata, ada alasan untuk percaya bahwa kemampuan kita untuk memecahkan secara ketat soal-soal akademik menurun dari masa dewasa awal sampai dengan masa dewasa akhir. Sementara itu, kemampuan kita memecahkan masalah praktis dipertahankan atau bahkan ditingkatkan sepanjang masa tua kita. Bukti yang ada menunjukkan bahwa orang yang lebih tua mengimbangi kecerdasan cairnya yang menurun dengan membatasi bidang kegiatannya pada bidang yang mereka benar-benar tahu dan dengan menerapkan pengetahuan khusus. Misalnya, anak usia muda – antara 16 dan 20-an tahun – yang mahir mengetik sepuluh jari akan mengetik dengan kecepatan tinggi, bahkan ada yang tanpa melihat tombol-tombol huruf, tanpa membuat kesalahan. Tapi ketika mereka berusia 60 tahun ke atas, kecepatan mengetiknya berkurang. Mereka mengimbangi kekurangan ini dengan membuat gerakan jari yang lebih lambat sambil melihat jauh ke depan sementara mereka mengetik.

0 komentar: