“Ada lebih dari 1.5 miliar penganut Muslim yang tinggal di lebih dari 150 negara di dunia. Kalau ideologi jihadis menjadi menarik pada suatu bagian signifikan dari populasi ini, Barat menghadapi suatu benturan antarperadaban tanpa akhir, suatu benturan yang ditandai dengan darah dan air mata.” Demikian dinyatakan Fareed Zakaria dalam Newsweek (22 Pebruari 2010).
Ketakutan orang Barat tadi memang berdasar. Serangan WTC 11 September 2001 menyingkapkan Islam radikal dan keras yang sudah memburuk di negara-negara Arab dan disebarkan ke manca negara, dari London ke Jakarta. Dilaporkan serangan itu menunjukkan kemarahan yang mendalam terhadap Amerika Serikat dan suatu dukungan kepada Osama bin Laden. Pemerintah di negara-negara Arab tadi bersikap rancu terhadap gejala radikal dan keras itu; mereka beranggapan kemurkaan kaum Islam akan tertuju pada AS dan tidak pada diri mereka. Negara-negara penting dan besar seperti Saudi Arabia dan Indonesia tampak rapuh.
Muslim Moderat Membalas
Meskipun sudah berlalu, serangan teroris terhadap WTC lebih dari delapan tahun yang lalu masih terasa seakan terjadi tahun 2010. Masih ada ancaman serius para teroris, disebabkan antara lain oleh keterbelakangan dan kekejaman berbagai bagian dunia Muslim.
Sebenarnya, perang-perang melawan teroris sudah berkembang secara dramatik. Umat Muslim moderat tengah membalas perang teror itu dan keadaan tengah berbalik. Kemungkinan suatu negara utama tunduk pada ideologi jihadis tidak perlu ditakuti. Penguasa-penguasa Muslim aliran utama dalam kebanyakan penganut Muslim sudah menstabilkan resim-resim dan masyarakatnya. Kekuatan-kekuatan agak sekuler dan modern ternyata memegang kendali dan mendapat dukungan luas dalam dunia Muslim.
Pemahaman tentang Perubahan-Perubahan dalam Islam
Masalah yang menjadi fokus kita sekarang adalah sekelompok kecil fanatik yang tersebar keliling dunia. Memerangi mereka secara efektif membutuhkan pemahaman kita tentang perubahan-perubahan dalam dunia Islam.
Segera sesudah peristiwa 11/9/2001, AS memusatkan perhatiannya pada Al Qaeda. Kelompok itu diusir dari basisnya di Afghanistan dan dikejar ke mana pun ia pergi. Uangnya ditelusuri dan diblokir. Banyak negara lain, dari Perancis ke Malaysia, bergabung demi mencegah teroris bebas berkeliaran di negaranya.
Masalah yang tengah dipecahkan dalam dunia Muslim
Apa yang tengah terjadi dalam dunia Muslim dan apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi? Suatu laporan PBB tahun 2002, ditulis oleh suatu tim pakar Arab, mengatakan ada masalah dalam dunia Arab. Sementara dunia sudah mengalami globalisasi, keterbukaan, keanekaragaman, dan toleransi, negara-negara Arab sangat tertinggal dalam perubahan-perubahan ini. Ada kemandekan politik, sosial, dan intelektual di negara-negara dari barat Arab ke Teluk. Ini fakta, kebenaran.
Laporan tadi, ditambah banyak esei dan pidato di Barat, mendorong suatu refleksi di dunia Arab. Para pemimpin di negara-negara Arab harus mendukung modernitas dan moderasi secara terbuka. Pemerintah George W. Bush meluncurkan serangkaian program lintas dunia Muslim untuk memperkuat umat Muslim moderat, menopang masyarakat madani, dan membina kekuatan toleransi dan pluralisme. Para pejabat yang berwewenang dari Dubai sampai Amman ke Kairo sudah mulai membuka sistem ekonomi dan politik, sebelumnya ditutup rapat-rapat. Terkadang, perubahan itu kecil tapi arahnya akhirnya benar.
Katalisator perubahan dalam dunia Muslim
Pada akhirnya, katalisator perubahan dalam dunia Muslim adalah ancaman-ancaman dan serangan-serangan Al Qaeda sesudah 11 September 2001. Osama bin Laden dan wakilnya, Ayman al-Zawahiri, memakai kata-kata keras dan sesumbar tentang rencana mereka. Akan tetapi, mereka berhadapan dengan ruang gerak yang makin sempit; memindahkan uang, orang, dan barang-barang sudah menjadi makin sulit. Sebagai akibatnya, mereka, dan kelompok-kelompok lokal yang diilhaminya, menemukan berbagai peluang untuk menyerang bukan sasaran-sasaran global melainkan sasaran-sasaran lokal, termasuk suatu klab malam dan hotel di Indonesia, suatu pesta pernikahan di Yordania, kafe di Kasablanka dan Istanbul, dan kawasan-kawasan liburan di Mesir. Mereka mengancam pemerintahan yang secara kebetulan atau disengaja sudah mengizinkan mereka tinggal dan bernapas.
Perubahan atau pergeseran persepsi tentang terorisme
Selama tahun 2003 dan 2004, Saudi Arabia diguncang oleh serangkaian serangan teroris macam itu, terhadap orang asing, Kementerian dalam Negeri, dan di dalam industri minyak bumi. Kerajaan Saudi Arabia lalu menyadari kekuatan-kekuatan gelap yang ditimbulkannya sekarang membahayakan keberadaannya. Pada tahun 2005, Raja Abdullah yang arif dan moderat memperkenalkan upaya politik dan intelektual untuk mendiskreditkan jihadisme. Para mullah diperintahkan untuk mencela pemboman bunuh diri dan kekerasan; pendidikan diambil alih dari tangan para ulama; dan para teroris dan tersangka teroris “direhabilitasi” melalui program pendidikan ekstensif, latihan kerja, dan penyuluhan. Tentang prestasi sang raja dan kerajaannya, Jenderal David Petraeus, Kepala Pimpinan Pusat Pasukan Koalisi di Irak, mengatakan semua upaya itu adalah salah satu perkembangan yang paling penting dalam perang melawan teror.
Perubahan persepsi tentang terorisme diamati juga di Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar sedunia. Barangkali, Indonesia paling berhasil dalam memerangi jihadisme karena ia berhasil melemahkan Jemaah Islamiyah, suatu sekutu teroris dari Al Qaeda. Keberhasilan Indonesia memperkuat posisi partai-partai politik arus utama.
Di Irak, Al Qaeda juga melakukan serangan-serangan mematikan, dan kalah. Secara militer, kelompok teror ini kuat; secara politik, ia mulai kalah. Mula-mula, Al Qaeda menganut ideologi global tapi kemudian mempersempit perhatiannya pada masalah sektarian. Ia membunuh penganut Syia dan mengobarkan suatu perang saudara antara golongan Sunni dan Syia. Kelompok teror itu menunjukkan suatu tingkat kekejaman dan kekerasan yang mengejutkan kebanyakan orang Irak. Di tempat kelompok itu memegang kendali, perilaku reaksionernya ditanggapi dengan rasa jijik bahkan oleh orang saleh sekalipun.
Sejak 11 September 2001, para komentator Barat sudah menyebarkan seruan kepada para pemimpin Muslim moderat untuk mengatasi ancaman dan serangan kelompok teror itu. Mereka dihimbau untuk mencela ideologi jihadis, mengeluarkan fatwa melawan pemboman bunuh diri, dan mencela Al Qaeda. Seruan-seruan itu mendapat tanggapan signifikan sejak 2006. Pada tahun 2007, salah satu tokoh panutan paling utama bin Laden, Salman al-Odah, mengkritik bin Laden karena ia “membentuk suatu budaya pemboman bunuh diri yang sudah menimbulkan pertumpahan darah dan penderitaan dan menimbulkan kehancuran pada seluruh komunitas dan keluarga Muslim.” Tahun yang sama, Abdulaziz al ash-Sheikh, mufti besar Saudi Arabia, mengeluarkan suatu fatwa yang melarang orang Saudi terlibat dalam jihad di luar negeri dan menuduh bin Laden dan resim-resim Arab “mengubah kaum muda kita menjadi bom berjalan untuk melaksanakan tujuan-tujuan politik dan militernya sendiri.” Salah seorang ahli teori Islam paling terkemuka Al Qaeda, Abduh-Aziz el-Sherif, mencela ekstremisme Al Qaeda, termasuk pembunuhan rakyat sipil dan pemilihan sasaran-sasaran berdasarkan agama dan kebangsaan. Sherif menghimbau para militan untuk berhenti dari terorisme, dan menulis suatu bantahan pada mantan pengikutnya.
Universitas Al-Azhar di Kairo, pusat pengajaran Islam paling tua dan paling bergengsi, sekarang secara rutin mencela jihadisme. Gerakan Darul Uloom Deoband di India, tempat radikalisme Islam yang sudah memengaruhi Al Qaeda, sudah melancarkan kecaman yang pedas terhadap pemboman bunuh diri sejak 2008. Semua kelompok atau orang ini menjadi anti-jihadis.
Kelompok moderat paling penting yang mencela kelompok militan adalah keluarga kelompok radikal ini. Ini menyangkut kasus lima pemuda AS penganut Muslim dan Umar Farouk Abdulmutallah. Justru orang tua merekalah yang melaporkan kekuatiran mereka tentang anak-anaknya kepada pemerintah AS yang tercengang dengan laporan mereka. Di sinilah kekuatan lunak (soft power) menjadi penting.
Pergeseran opini publik di dunia Muslim
Data tentang opini publik di dunia Muslim tahun 2010 berlimpah-limpah. Di Yordania, Pakistan, Indonesia, Lebanon, dan Banglades, ada penurunan yang besar dalam jumlah orang yang mengatakan pemboman dan bentuk-bentuk kekerasan yang lain terhadap sasaran-sasaran sipil bisa dibenarkan demi membela Islam. Sejumlah besar orang mengatakan serangan-serangan macam itu jarang bisa diterima.
Pergeseran opini publik tadi khususnya luar biasa di Yordania. Hanya 12 persen orang Yordania melihat serangan-serangan bunuh diri sebagai “sering atau terkadang” dibenarkan (turun dari 57 persen tahun 2005). Di Indonesia, 85 persen responden setuju serangan-serangan teroris “jarang/tidak pernah dibenarkan” (sebaliknya, hanya 70 persen menolak serangan-serangan macam itu pada tahun 2002). Di Pakistan, angka ini 90 persen, naik dari 43 persen tahun 2002.
Al Qaeda Kalah di Bidang Ideologi
Meskipun ada pergeseran pendapat umum tadi, religiositas atau bahkan suatu pemahaman kuno tentang Islam masih dipertahankan. Perjuangan ideologi itu masih ada dan belum akan berakhir selama puluhan tahun mendatang. Tapi perjuangan melawan jihadisme sudah berlangsung jauh lebih baik dan jauh lebih cepat daripada yang bisa dibayangkan siapa pun.
Sifat musuh itu sekarang sangat berbeda. Ia suatu gerakan yang kalah di jalan-jalan di Arab. Daya tarik politiknya tidak membuat para penguasa gentar.
Meskipun demikian, upaya kita memburu para militan tidak boleh dikendorkan. Al Qaeda masih suatu kelompok pembunuh tanpa belas kasihan dan kejam. Kelompok teror ini masih mencoba merekrut fanatik-fanatik lain untuk melancarkan serangan-serangan mengerikan yang bisa menimbulkan kerusakan-kerusakan hebat pada masyarakat beradab. Tapi daya tarik kelompok itu sudah lenyap, pengasuh politiknya terbatas. Sisa-sisa pejuangnya yang berjumlah sedikit tersebar secara tipis di seluruh dunia dan menghadapi lingkungan hidup yang bermusuhan hampir di mana-mana.
Jadi, apakah Al Qaeda, “musuh itu”, masih berbahaya sekali? Tidak, jawab Fareed Zakaria di akhir artikelnya dalam Newsweek tadi. “Musuh itu tidak besar sekali, rawanya tengah dikeringkan. Al Qaeda sudah kalah di bidang ideologi. Apa yang tersisa adalah pertempuran untuk mengalahkannnya di tempat persembunyiannya yang disukai, di sela-sela dan celah-celah, dan di retakan-retakan di dunia nyata.”
(Sumber: “The Jihad against the Jihadist How Moderate Muslim Leaders Waged War on Extremists – and Won” By Fareed Zakaria Newsweek February 22, 2010 pp. 20-24)
0 komentar:
Posting Komentar