BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 19 Februari 2010

Volume 11: Dokter Ditambah Doa Bisa Menyembuhkan Pasien?

Sudah ada kesepakatan antara sains dan agama. Selain perawatan medis, menambahkan sedikit spiritualitas bisa sangat manjur untuk kesehatan Anda.

Masalah iman Anda adalah suatu proses di dalam otakmu. Proses itu secara khusus dihasilkan suatu bagian otakmu yang secara teknis disebut baga parietal (parietal lobe). Letaknya di bagian atas kepalamu, di belakang baga frontal, di depan baga oksipital, dan di utara baga temporal otakmu. Baga parietal  adalah kawasan tengah salah satu dari kedua belahan otak manusia, terletak di bawah puncak tengkorak.

brain_lobes Baga parietal, frontal, temporal, dan oksipital dari otak manusia; tampak juga fisura (belahan) pusat dan lateral

Doamu yang khusyuk yang mengakibatkan Anda tidak menyadari lingkungan di sekitarmu berasal dari aktivitas baga parietalmu. Mereka yang bermeditasi begitu dalam sehingga seluruh bagian tubuhnya sudah melebur berasal juga dari aktivitas baga parietalnya. Ada kawasan lain yang berperan dalam mengaktifkan sisi spiritual otakmu, seperti talamus (massa jaringan saraf berwarna kelabu pada dasar otak besar yang memproses masukan sensori) dan baga frontal. Tapi baga parietallah yang diduga memiliki pengaruh emosional paling kuat.

Sebagai makhluk yang selalu membutuhkan hubungan, kita selalu memanfaatkan pusat spiritual otak. Kita, misalnya, berdoa bagi perdamaian, bermeditasi demi ketenangan, berziarah ke tempat keramat seperti Lourdes di Perancis demi mencari mujizat, memakan cendawan halusinogenik (dari zat kimia yang menimbulkan halusinasi) untuk mencapai penglihatan yang menembus ruang-waktu, dan berkumpul di lantai bawah gereja untuk mencapai kebalikan yang realistis dari efek cendawan halusinogenik. Paling sering kita berdoa, menyanyi, atau bermeditasi demi kesehatan kita.

lourdes

Patung Bunda Maria, Ibu Yesus, di  Lourdes, suatu tempat suci yang sudah dikunjungi peziarah Katolik selama sekitar 150 tahun. Setiap tahun, Lourdes menarik enam juta peziarah.

Menurut definisi, kesehatan adalah syarat mutlak segala sesuatu. Kita yakin di samping pengobatan dokter, doa kita bisa juga menyembuhkan kita.

Makin bertambah bukti ilmiah bahwa iman memang bisa memberi kita kesehatan. Mereka yang menghadiri ibadah religius memang memiliki risiko yang lebih kecil untuk meninggal dunia dalam satu tahun mana pun dibanding mereka yang tidak menghadirinya. Mereka yang percaya akan Allah yang mengasihi menunjukkan kondisi kejiwaan yang lebih baik sesudah suatu diagnosis penyakit dibanding mereka yang percaya akan Allah yang menghukum. Sekalipun mereka yang sakit membutuhkan pengobatan dokter, spiritualitas pasien menunjukkan penguasaan penyakit yang lebih baik.

Akan tetapi, para ahli yang menyangsikan pengaruh spiritualitas pada kesehatan manusia mengatakan kesembuhan rohani seperti itu bukan hal yang luar biasa. Mereka yang skeptis  mengatakan seseorang berusia lebih panjang kalau menghadiri ibadah di gereja karena dia di sana mengikuti dorongan untuk menjaga kadar kolesterolnya dan demi pelayanan perawat yang menjaganya. Muatan virus menurun ketika seseorang mencakup spiritualitas dalam melawan HIV karena tingkat kortisol (hormon stres) dia yang turun pertama kali. Sains tidak berurusan dengan masalah adialami; agama dan sains membicarakan bidang yang berbeda.

Memang ada benarnya.  Tapi benar juga bahwa otak dan tubuh kita berisi banyak sekali spiritual wiring, proses spiritual yang mengendalikan fungsi tubuh. Sejumlah besar penemuan sains menunjukkan suatu dampak positif agama terhadap kesehatan. “Cara otak bekerja begitu selaras dengan agama dan spiritualitas sehingga kita akan terjaring oleh kedua-duanya untuk jangka waktu yang lama,” kata Dr. Andrew Newberg, seorang profesor radiologi, psikologi, dan kajian religius pada Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat,  dan salah seorang pendiri Pusat Penn untuk Spiritualitas dan Akal Budi.

andrewnewberg Dr. Andrew Newberg

Semuanya Ada di Kepala Kita

Sudah 15 tahun Newberg meneliti hubungan antara otak, tubuh, dan roh. Dia sudah menulis empat buku, termasuk How God Changes Your Brain. Dia menjelaskan cara pusat prosesing data spiritual kita bekerja, dengan melakukan berbagai tipe pemindaian otak pada lebih dari 100 orang, semuanya dalam berbagai keadaan beribadah atau kontemplatif. Newberg dan timnya sudah mengenal bagian mana dari otak yang “menyala” selama pengalaman yang mana.

howgodchanges Buku karya Dr. Andrew Newberg

Ketika orang terlibat dalam doa, baga frontal yang menuntun karena bagian otak ini mengendalikan fokus dan konsentrasi. Selama doa yang sangat khusyuk, nyala baga parietal memudar, memampukan mereka mengalami perasaan terbebas dari ikatannya pada dunia. Baga frontal menjadi lebih diam ketika semua pengikut ibadah terlibat dalam kegiatan berbicara dalam bahasa lidah atau glosolalia. Berbicara dalam bahasa lidah sangat cocok dengan pengalaman subyektif pemakainya yang tidak mampu mengendalikan apa yang tengah dikatakannya.

Glosolalia adalah ujaran tak bermakna atau yang diciptakan, terutama diakibatkan suatu keadaan kesurupan atau skizofrenia, sejenis kekacauan jiwa yang parah. Mazhab Kristen tertentu terkenal dengan gejala glosolalia, yang dicirikan oleh kemampuan pendeta dan anggota jemaat atau sebagian mengucapkan bahasa yang tidak bisa dipahami orang lain yang tidak mengalaminya. Mereka yang mengalaminya percaya glosolalia adalah bahasa sorgawi yang digerakkan oleh Roh Kudus dan bisa ditafsirkan ke dalam bahasa umum oleh orang-orang dengan karunia untuk menafsirkannya.

bennyhinn1 Benny Hinn, salah seorang penginjil televisi kontroverisal asal AS dari Mazhab Kristen Karismatik yang juga memakai bahasa lidah (glosolalia), tengah melakukan penyembuhan spiritual di panggung.

Berdoa dan bermeditasi yang cukup bisa menimbulkan perubahan permanen dalam otak. Mereka yang bermeditasi untuk jangka waktu yang panjang – 15 tahun atau lebih – memiliki baga frontal yang lebih tebal daripada mereka yang tidak bermeditasi.

Otak diketahui juga memberi banyak manfaat yang lain. Fungsi yang lebih baik dari baga frontal menolong memperkuat ingatan. Dalam satu penelitian, Newberg memindai otak orang yang mengeluh karena ingatannya buruk sebelum mereka mengikuti latihan meditasi. Sesudah mengikuti latihan itu, dia memindai otak mereka sekali lagi. Baga-baga mereka makin meningkat dan ingatannya menjadi lebih baik.

Iman dan kesehatan tumpang-tindih juga dengan cara-cara lain. Ambil, misalnya, puasa yang biasanya diadakan penganut agama Yahudi, Muslim, Katolik, dan Hindu. Kalau diadakan dengan benar, puasa mereka bisa mengarah pada suatu keadaan pencerahan dan euforia (rasa bahagia yang luar biasa). Selanjutnya, ini bisa memberi para pelaku puasa kesadaran yang membahagiakan tentang apakah tujuan pantang makanan demi kesehatan atau demi wawasan rohani sudah  mereka capai.

hinn_crusade350 Suasana euforia diungkapkan mereka yang menghadiri suatu kampanye penginjilan Benny Hinn di AS.

Sejauh Manakah Doa Manjur?

Bagi kebanyakan orang percaya, unsur kehidupan religius yang bersinggungan secara wajar dengan kesehatan adalah doa. Para ahli teologia yang sangat serius percaya akan kuasa apa yang disebut “doa syafaat” (doa kepada Allah atas nama seseorang, sesuatu, atau anggota jemaat) untuk menyembuhkan orang sakit. Beberapa ilmuwan yang sangat serius sudah meneliti hal ini juga; sejak tahun 2000, sudah ada lebih dari 6.000 penelitian tentang topik ini.

Para peneliti belum menemukan hasil yang konklusif tentang kuasa doa untuk menyembuhkan orang sakit. Pada tahun 1872, Francis Galton, ilmuwan di balik eugenika (pembibitan selektif demi meningkatkan mutu manusia) dan sidik jari, memperhitungkan bahwa Raja atau Ratu seharusnya hidup lebih lama dari rakyatnya. Bukankah kesehatan dia didoakan setiap hari oleh jutaan rakyatnya? Tapi riset Galton menunjukkan kebalikannya, barangkali karena Raja atau Ratu mengosumsi diet yang kaya dan menikmati kesenangan yang luas. Suatu penelitian terkenal tahun 1988 oleh ahli kardiologi (penelitian medis tentang jantung) Randolph Byrd dari Rumah Sakit Umum San Fransisko, AS, menemukan bahwa pasien-pasien yang didoakan mengalami kondisi yang lebih baik daripada mereka yang tidak didoakan. Tapi suatu penelitian yang lebih besar tahun 2005 oleh ahli kardiologi Herbert Benson dari Universitas Harvard, AS, menantang penemuan Byrd. Benson melaporkan bahwa komplikasi terjadi pada 52% pasien yang menjalani operasi by-pass yang dilayani dengan doa syafaat dan terjadi pada 51% pasien tanpa pelayanan doa syafaat.

Richard Sloan, profesor ilmu kedokteran perilaku pada Pusat Pengobatan Universitas Kolumbia, AS, mengatakan mencoba mencari suatu kaitan antara doa dan penyembuhan adalah suatu “pesanan orang bodoh” karena alasan metodologis yang paling mendasar. “Tidak mungkin mengetahui sebanyak apakah doa diterima,” katanya, “dan karena Anda tidak mengetahui hal itu, Anda tidak bisa menentukan dosis pengobatan.”

Ketepatan obyektif dan ilmiah seperti itu tidak menurunkan semangat orang untuk percaya bahwa doa adalah pusat imannya. Hanya pada satu pokok saja mereka yang mendukung dan menolak kesembuhan melalui doa sepakat: sangat penting untuk diingat dalam perencanaan penelitian apakah pasien yang diteliti tahu mereka didoakan. Kalau peneliti memberikan sedikit petunjuk saja apakah pasien-pasien itu digolongkan ke dalam kelompok doa atau kelompok yang dikontrol, maka efek plasebo (efek psikologis dari perawatan) menghancurkan data penelitian ilmuwan.

Efek plasebo bisa menimbulkan semua cara penyembuhan yang sangat manjur terhadap semua jenis penyakit. Berikan seorang pasien sebutir pil manis tapi katakan itu analgesik (pil pereda rasa sakit) dan rasa sakitnya bisa lenyap. Newberg memerikan seorang pasien kanker yang tumornya menyusut ketika dia diberi suatu obat eksperimental, membesar ketika dia tahu obat itu tidak manjur pada pasien-pasien lain, dan menyusut lagi ketika dokter mengobatinya dengan air steril tapi mengatakan pada pasiennya itu suatu versi yang lebih mustajab dari pengobatan kankernya. Akhirnya, Lembaga Obat dan Pangan AS menyatakan obat itu tidak manjur, dan pasien itu meninggal dunia. “Otak tampaknya mampu menargetkan efek plasebo dengan berbagai cara,” kata Newberg. Tidak ada sains yang membuktikan doa syafaat untuk orang sakit akan menyembuhkan mereka. Tapi doa syafaat itu memang tidak berbahaya – dan barangkali menolong – untuk mengetahui bahwa ada orang yang berdoa untuk orang sakit.

Iman dan Usia Panjang

Apakah percaya akan Allah dan ajaran agama memang berisi kuasa? Salah satu jawaban terhadap pertanyaan ini adalah penelitian kesehatan pengunjung teratur ibadah gereja. Ahli demografi sosial Robert Hummer dari Universitas Texas, AS, sudah mengikuti suatu populasi orang yang diteliti sejak 1992, dan hasil-hasil penelitiannya sulit dibantah. Mereka yang tidak pernah menghadiri ibadah religius memiliki risiko meninggal dunia dua kali lebih besar selama delapan tahun mendatang dibanding mereka yang menghadiri ibadah seminggu sekali. Mereka yang kira-kira berada di antara kedua kelompok pengunjung ini mengalami rentang usia yang kira-kira ada di antara rentang usia kedua kelompok tadi.

Suatu analisis yang serupa oleh Daniel Hall, seorang pendeta Gereja Episkopal dan seorang dokter bedah pada Pusat Pengobatan Universitas Pittsburgh, AS, menemukan bahwa pengunjung ibadah gereja memperoleh tambahan dua sampai dengan tiga tahun pada usianya. Jadi, bergabung dengan suatu jemaat dalam ibadah dan hidup lebih lama memang tampak saling berkaitan.

Meskipun demikian, para peneliti belum menjelajahi semua variabel (situasi atau jumlah yang bisa bervariasi atau divariasi) yang berperan dalam gejala biologis-spiritual ini. Hummer, misalnya, mengatakan beberapa faktor variabel-variabel itu bukan hal yang baru: mereka yang berakar pada komunitas religius berpeluang lebih besar untuk saling mengandalkan demi persahabatan, dukungan, dan tumpangan kendaraan untuk menemui dokter.

Tapi ilmuwan lain mengatakan itu bukan seluruh cerita. Ada banyak variabel lain yang lebih sulit untuk diukur. “Kepercayaan religius tidak hanya suatu soal akal budi tapi juga melibatkan komitmen tubuh seseorang,” kata Ted Kaptchuk, seorang profesor pengobatan pada Fakultas Kedokteran Universitas Harvard. “Organ-organ sensori, citarasa, bau-bauan, bunyi, musik, arsitektur bangunan religius [terlibat].”

Bergandengan Tangan

Banyak ilmuwan dan ahli teologia yang meneliti masalah-masalah ini mendukung suatu sistem yang di dalamnya perawatan pastoral (kependetaan) dan kedokteran ditawarkan sebagai bagian dari satu keseluruhan. Maka, seorang wanita yang didiagnosis menderita kanker payudara dilayani tidak saja oleh seorang onkologis (dokter spesialis pengobatan tumor). Dia juga dirawat seorang ahli psikologi, dokter bedah rekonstruktif, dan rohaniwan.

Masa kini, para dokter di AS makin menyadari pentingnya menggabungkan perawatan medis dan spiritual. Di Kota New York sudah berdiri suatu organisasi para rohaniwan lintas-agama, HealthCare Chaplaincy, yang mencakup rohaniwan bersertifikat dari kalangan Kristen, Yahudi, Muslim, dan Zen Buddhisme. Mereka melayani lebih dari selusin rumah sakit dan klinik di kawasan Kota New York. Kelompok ini secara rutin menyediakan pelayanan rohani pada pasien-pasien sebagai bagian dari paket total perawatan pasien.

Para dokter, pasien, dan rohaniwan yang memberantas penyakit-penyakit sudah tahu bahwa pertolongan datang dalam banyak bentuk. Hasil, bukan sumber, itulah yang paling penting.

(Sumber: Jeffrey Kluger, “The Biology of Belief,” Time February 23, 2009 pp. 32-37)

0 komentar: