BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 04 Januari 2010

Tukul Arwana Punya Kecerdasan untuk Sukses? (1)

tukul arwana
Tukul Arwana
Pengantar

· “Tukul adalah pelawak [jenius] karena dapat berpikir secara cepat . . . .” Sartono Mukadis, psikolog
· “Tukul mampu membawakan lawakan yang . . . cerdas.” Andi Mallarangeng, juru bicara kepresidenan.
· “Pada dasarnya, Tukul adalah seorang pelawak cerdas. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survei psikologi mahasiswa UI, IQ yang dimiliki Tukul masuk ke dalam tingkatan tinggi. Ini bisa dibuktikan saat kita melihat cara ia membawa acara. Penuh improvisasi serta caranya menepis sangkalan.” Ahmad Bahar dalam Tukul Arwana halaman 70.
****
Ketiga komentar tadi menyebutkan kejeniusan dan kecerdasan sebagai bagian dari ciri-ciri khas Tukul Arwana, pelawak Indonesia yang sekarang terkenal. Kejeniusan itu sederhananya adalah kecerdasan tingkat tinggi. Kutipan tulisan Ahmad Bahar tadi jelas menyebutkan IQ sebagai jenis kecerdasan yang ditunjukkan Tukul. Jadi, lebih baik kalau kita berbicara lebih jauh tentang kecerdasan Tukul. 

Kecerdasan Tukul, seperti yang dikatakan Andi Mallarangeng dan kecepatan berpikir (witticism) yang diucapkan Sartono Mukadis, tidak menunjukkan penjelasan tentang apakah ini kecerdasan kognitif (IQ) atau kecerdasan jenis lain. Hasil survei psikologi UI menyinggung ciri lain dari kecerdasan Tukul: improvisasi dan kepandaian menepis sangkalan sebagai ciri-ciri IQ. Bisa saja kecerdasan Tukul mengacu pada IQ-nya. Tapi dalam kisah suksesnya, dia mengatakan dia bukan siswa yang kecerdasannya menonjol di sekolah. Karena kita terbiasa menghubungkan kecerdasan dengan IQ, kita menangkap bahwa yang Tukul maksudkan itu IQ-nya. IQ-nya ada tapi tidak menonjol.

Kalau begitu, kecerdasan macam apa yang mengakibatkan dia kemudian sukses di Jakarta? Menurut dugaanku, itu tidak cukup dengan IQ. Pasti ada kecerdasan lain yang membuat dia sukses, kecerdasan yang ada hubungannya dengan sukses. Bukankah riwayat hidupnya – seperti yang ditulis Ahmad Bahar – menyoroti kisah suksesnya?

Apa memang ada jenis kecerdasan lain di luar IQ? Ada.

Sebelum Daniel Goleman menerbitkan dan mempopulerkan karyanya yang penting, Emotional Intelligence (New York: Bantam, 1995), sudah ada pandangan bahwa kecerdasan manusia lebih dari sekadar kecerdasan kognitif (IQ). Muncul di awal 1980-an istilah “multiple intelligences”, kecerdasan yang banyak. Menurut teori ini, kecerdasan yang banyak mencakup sisi budaya dan biologis dari kecerdasan manusia. Kecerdasan itu sebenarnya lebih dari satu, malah lebih dari banyak kemampuan. Ada tujuh macam kecerdasan yang berbeda dan relatif berdiri sendiri. Meski berfungsi sebagai suatu sistem yang terpisah, setiap jenis kecerdasan ini bisa berinteraksi untuk menghasilkan apa yang nanti tampak sebagai kinerja kecerdasan. Ketujuh jenis kecerdasan itu mencakup kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematik, kecerdasan spasial (ruang), kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetika tubuh, kecerdasan antar-pribadi, dan kecerdasan intrapribadi.

Teori tentang kecerdasan yang banyak tadi diajukan oleh Howard Gardner dalam bukunya, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (New York: Basic Books, 1983). Dia seorang ahli psikologi dari Universitas Harvard. 

Kita mungkin setuju atau tidak setuju dengan teori tentang kecerdasan yang banyak. Tapi secara mendasar kita perlu mengakui bahwa kecerdasan manusia itu macam-macam, tidak cuma IQ. Di samping kecerdasan kognitif, ada, misalnya, kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan sosial (social intelligence), dan kecerdasan untuk sukses (successful intelligence).

Teori kecerdasan untuk sukses Prof. Robert J. Sternberg berusaha melangkah lebih jauh dari IQ. Ia berupaya untuk memahami tidak hanya kecerdasan tapi juga kecerdasan untuk sukses dalam segala sisinya. 

Jadi, masalah kecerdasan macam apa yang bisa membuat Tukul sukses sepertinya perlu dicari lebih jauh dari sekadar IQ-nya. Apakah kesuksesan Tukul Arwana di Jakarta karena kecerdasan kognitif, emosional, spiritual, sosial, untuk sukses, atau gabungan dari semuanya?

Pertanyaan yang masuk akal tapi terlalu luas untuk dijawab dalam blog saya dengan cakupan kecil begini. Jadi, supaya tidak berbicara terlalu panjang-lebar, lebih baik saya pilih salah satu jenis kecerdasan tadi. Kecerdasan macam apa?

Riwayat hidup Tukul tadi tentang kisah suksesnya. Mulainya dari wong ndeso dengan tampang ndeso juga yang kurang laku di mata gadis-gadis yang pernah didekati untuk dipacari sampai dengan miskinnya dia sehingga utang makan-minum di beberapa warung makan di Jakarta. Kemudian, sesudah banting tulang alias “kristalisasi butir keringat” selama 17 tahun, dia menanjak menjadi pelawak sekaligus host yang terkenal dengan penghasilan yang diperkirakan mencapai miliaran rupiah.

Wajarlah kalau kisah suksesnya kali ini saya soroti dari kecerdasan untuk sukses, successful intelligence. Untuk itu, saya memakai dua sumber penting: riwayat hidup Tukul sendiri tulisan Ahmad Bahar, yaitu Tukul Arwana (Depok: Penebar Swadaya 2007), dan Successful Intelligence How Practical and Creative Intelligence Determine Success in Life tulisan Robert J. Sternberg terbitan Simon & Schuster, New York, 1996. 

Successful intelligence
Buku Successful Intelligence karya Robert J. Sternberg dengan petunjuk iklannya, Look Inside!

Yang saya akan buat itu sederhana: membandingkan siasat dan tip-tip kesuksesan Tukul – tersurat dan tersirat – dengan asas-asas dan ciri-ciri terkait dari kecerdasan untuk sukses Sternberg. Apakah kisah sukses pelawak dan presenter ini cocok atau tidak cocok dengan, kurang, atau malah lebih dari asas-asas dan ciri-ciri kecerdasan untuk sukses dari Sternberg?

Siapa itu Robert J. Sternberg? Dia lulusan Phi Beta Kappa – suatu istilah untuk lulusan dengan prestasi bagus – dari Universitas Yale, Amerika Serikat, 1972. Dia mempunyai gelar doktor (Ph.D.) dari Universitas Stanford juga di AS tahun 1975. Kemudian, dia menjadi Profesor Psikologi dan Pendidikan IBM pada Jurusan Psikologi Yale. Selain itu, Profesor Sternberg anggota Akademi Amerika untuk Kesenian dan Sains dan juga anggota Perhimpunan Amerika untuk Pemajuan Sains, Perhimpunan Psikologi Amerika, dan Masyarakat Psikologi Amerika. Dia diakui majalah Science Digest sebagai salah satu dari seratus ilmuwan muda Amerika Serikat. Dia juga menerima banyak hibah dan anugerah dan sudah menulis lebih dari empat puluh buku dan lebih dari lima ratus artikel dan makalah riset.

sternberg
Prof. Robert J. Sternberg

Menurut Sternberg, alat peramal paling bagus dari sukses dalam kehidupan kita sehari-hari adalah kecerdasan kreatif dan praktis. Kedua macam kecerdasan ini adalah ketrampilan mental khusus – yang berbeda dengan pikiran akademik seperti yang bisa diukur melalui tes IQ – dan adalah kunci untuk mencapai tujuan-tujuan paling penting dari kehidupan. 

Kata Sternberg, kecerdasan untuk sukses berbeda dengan kecerdasan kognitif dan emosional. IQ melibatkan prestasi akademik sementara kecerdasan emosional menyangkut jenis pikiran yang paling rapat dengan hubungan pribadi. Kecerdasan untuk sukses membutuhkan kemampuan dengan tiga macam pemikiran: kreatif, praktis, analitik. Orang yang mempunyai kecerdasan untuk sukses “pintar” mencapai prestasi. Mereka tahu bagaimana memanfaatkan kelebihan atau bakatnya sebaik-baiknya dan tahu cara-cara untuk mencapai tujuannya dalam batas-batas bakatnya. Mereka terkenal karena mempunyai motivasi, menguasai diri alias sabar, tekun atau ulet, dan merdeka. Mereka tahu bagaimana maju. Hebatnya, kecerdasan untuk sukses, menurut Sternberg, bisa diukur dan dikembangkan.

Sedikit komentar tentang penulisan riwayat hidup Tukul. Gaya bahasa buku tulisan Ahmad Bahar tadi informal, gampang dipahami, dan menyampaikan kata-kata Tukul sendiri, langsung dan tidak langsung. Tapi ada kalanya saya kesulitan mengetahui di mana cerita Tukul selesai dan di mana pendapat/komentar Bahar mulai. Jadi, bisa saja petuah-petuah dan tip-tip sukses yang saya baca berasal dari salah satu dari mereka berdua. Saya karena itu akan membatasi diri pada petuah-petuah dan tip-tip yang asalnya jelas dari Tukul. Dengan cara demikian, jalan pikirannya sendiri yang bisa saya pakai untuk menjelaskan kecerdasan untuk suksesnya. Akhirnya, organisasi buku itu kurang rapi: ada beberapa kali Bahar mengulangi info yang sudah dia beberkan dalam beberapa bab sebelumnya dalam bab di belakangnya. Meskipun demikian, info yang saya perlukan dari buku ini untuk memahami kecerdasan untuk sukses Tukul cukup banyak.

Saya akan mulai dengan rangkuman pokok-pokok buku Sternberg. Kemudian, saya lanjutkan dengan ringkasan riwayat hidup Tukul tapi dengan memakai susunan dan pendekatan yang berbeda dengan yang dipakai Ahmad Bahar. Tujuan saya untuk mencatat hal-hal penting dari riwayat hidup Tukul sebagai info latar belakang supaya Anda yang berminat bisa memahami kecerdasan untuk suksesnya lebih baik. Akhirnya, saya akan membandingkan kiat-kiat dan tip-tip sukses Tukul dengan pokok-pokok dan ciri-ciri yang relevan dari teori Sternberg dengan kisah sukses Tukul. Tujuannya untuk menjawab pertanyaan yang cakupannya sudah dipersempit tadi. 

Rangkaian tulisan kali ini agak panjang. Karena itu, saya akan memuatnya beberapa kali.

0 komentar: